Kamis, 05 Mei 2011

Teknik/Cara Pengendalian Penyakit Tanaman Secara Biologi, Kimiawi, dan Peraturan Undang-Undang


BAB I PENDAHULUAN
A.          DASAR-DASAR PERTIMBANGAN DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN
1.            Maksud dan Tujuan
Maksud dari pengendalian penyakit tanaman adalah untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas hasil produksi tanaman yang kita usahakan; dengan arti yang lebih luas lagi, adalah untuk memaksimalkan penggunaan lahan pertanian secara efisien dan efektif, atau juga mengoptimasikan produktifitas lahan pertanian tersebut, guna mendapatkan hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, sandang, serta kebutuhan lain yang memintanya terus semakin meningkat diseluruh dunia.
Tujuan dari pengendalian penyakit tanaman tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kerugian ekonomis serta menaikkan nilai hasil produksi dari tanaman yang kita usahakan. Oleh karena itu, pada umumnya kita hanya memperhatikan dan mengendalikan penyakit tanaman yang dapat menimbulkan kerugian yang berarti jelas.
Biasanya usaha pengendalian itu hanya perlu dilaksanakan apabila biaya yang dikeluarkan (diperlukan) untuk pengendalian lebih kecil dari pada kerugian yang terjadi sebagai akibat dari penyakit kalau tidak dilakukan pengendalian. Ini berarti nilai akibat dari pengendalian tersebut, haruslah lebih besar daripada nilai biaya yang dikeluarkan untuk pengendaliannya.
Pengendalian penyakit tanaman adalah salah satu aspek dari banyak hal yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan sesuatu tanaman. Oleh karena itu, kita perlu memecahkan usaha pengendalian penyakitnya, dalam suatu program penanaman tanaman yang kta usahakan, agar dapat memberikan hasil yang setinggi-tingginya, baik kuantitas maupun kualitas dari hasiltersebut. Bahkan kalau mungkin didalam satu tindakan tersebut secara operasionalnay dapat sekaligus dilakukan pengendalian terhadap beberapa penyakit, hama dan gangguan lainnya.
Sering kali suatau anjuran tentang pengendalian suatu penyakit tanaman tak dapat dilakukan dengan tepat untuk semua daerah atau lokasi. Oleh karena itu, masalah pengendalian setiap macam penyakit tersebut perlu diperhatiakn sendiri-sendiri untuk setiap daerah sesuai dengan tempat serta lokasinya.
Cara pengendalian yang paling tepat mungkin akan berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, atau antara petani yang satu dengan petani yang lain, bahkan juga tergantung pada cuaca, tempat, dan lahan pertaniannya, keadaan serta jenis maupun tipe tanaman, cara bercocok tanam, nilai hasil tanaman, dan lain sebagainya.
Jelaslah bahwa maksud dan tujuan dari pengendalian penyakit tanaman tersebut ialah untuk mempertahankan tingkat produksi yang tinggi, mantab dan berkesinambungan, tetapi secara ekologis dan ekonomis dapat dipertanggung jawabkan; bahkan sekarang ini perlu pertimbangan terhadap kelestarian lingkungan.
Jadi penyakit tanaman tersebut haruslah ditekan atau dikurangi sampai dibawah ambang ekonomi. Sifatnya dalah dinamis dan regional sebab yang dihadapi adalah proses yang berubah-ubah dari interaksi yang kompleks antara patogen penyebab penyakit, lingkungan, tanaman inang, keadaan sosial dan ekonomi pertaniannya. Oleh karena itu, konsep pengendalian ini berdasarkan pada ekologi, yaitu suatu ilmu yang mempelajari hubungan fungsional timbala balaik antara komponen-komponen ekosistem.
2.      Penyakit tanaman dapat menyebabkan kerugian
1.            Mengurangi Kuantitas Hasil
Penyakit tanaman dapat mengurangi kuantitas tanaman yang diusahakan. Misalnya, karena rusaknya pangkal batang atau akar tanaman, maka ia dapat mati. Pada tanaman keras (Perennial crops), matinya ini akan lebih hebat lagi menimbulkan kerugian. Kalau sudah sampai mati akan jelas lagi mengurangi produksi total pula, begitu pula tanaman yang lainnya, tidak saja berupa tanaman keras tetapi tentunya juga tanaman muda (annual crops).
Kerusakan atau sakitnya daun tentu saja akan mengurangi fotosintesis. Karena penyakit itu, tenaman akan merana tumbuhnya, maka produksinya tentulah akan berkurang pula, demikian seterusnya. Penyakit dapat pula memperpendek umur ekonomis produktif tanaman, tentu juga akan mengurangi produktifitasnya. Parasit-parasit sering pula menghasilkan toksin, sehingga kerugian yang dialami akan jauh lebih besar lagi dari yang kita duga.
Sehubungan dengan hal ini, maka dapat dikemukakan bebrapa angka sebagai akibat penyakit, antara lain sebagai berikut. Penyakit ”hoya blanca” pada padi di Cuba, Venezuela, dan panama dapat menurunkan hasil padi 25-50 %. Penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Puccinia polysora, dapat menurunkan hasil jagung di Afrika barat sampai 40%. Kerugian karena penyakit busuk/hawar daun dan umbi pada kentang oleh Phythopthora infestans, pernah ditaksir sampai 10% untuk seluruh dunia, yang berarti hilangnya sampai 22,5 juta ton kentang setiap tahunnya. Di Afrika pertanaman ubi kayu yang sehat memberikan hasil 14 ton/ha, sedangkan yang sakit mosaic oleh virus Ruga bemisiae, hanya menghasilkan 2 ton/ha. Di Uganda penyakit bakteri pada kapas oleh Xanthomonas malvacearum dapat dikendalikan, maka produksi serat kapas akan naik sampai sekitar 100%, dan lain-lain.

2.            Menurunkan Kualitas Hasil
Penyakit tertentu akan menurunkan mutu atau kualitas dari hasil tanaman, tanpa mengurangi kuantitas hasilnya. Misalnya, penyakit kudis pada kentang yang disebabkan oleh treptomyces scabies, praktis tidak menurunkan timbangan atau kuantitas hasil kentang, bahkan umbi yang berkudis pun, sebenarnya tidak mempunyai kejelekan untuk dikonsumsi. Tetapi, karena umbi yang berkudis tersebut kelihatannya tidak baik, maka kurang menarik bagi para konsumen, sehingga harganya rendah.
Penyakit busuk galih (Heart rot) yang disebabkan oleh Diploidia sp pada pohon-pohon hutan, pohon atau batang yang sakit, tidak menunjukkan gejala yang jelas. Baru diketahui setelah pohon ditebang, dan penyakit busuk galih ini dapat menurunkan harga kayunya.
Kerusakan pada tanaman hias, pada umumnya sangat merugikan dan mengurangi nilai tanamn tersebut. tetapi sebaliknya kalau sesuai dengan selera konsumen, maka penyimpangan oleh penyakit justru dapat mempertinggi nilai tanaman tersebut. misalnya, menjadi belangnya daun tanaman Abutilon atau daun keladi hias, begitu pula menjadi pecahnya bunga tulips yang diserang virus, menjadi sangat indah dan menarik, sehingga harganya menjadi mahal. Banyak lagi penyakit atau gangguan oleh penyakit seperti pada buah-buahan dan sayur-sayuran yang menyebabkan menurunnya kualitas dan harganya, bahkan tak berharga sam sekali.
3.            Untuk Memberantas Atau Mengendalikan Penyakit Tanaman Diperlukan Biaya
Adakalanya dari hasil-hasil penelitian dapat ditemukan cara pengendalian yang tepat untuk suatu penyakit tanaman tertentu. Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa untuk melakukan pengendalian tersebut diperlukan biaya, yang sering kali tidak sedikit. Misalnya penyakit cacar the yang disebabkan oleh Exobasidium vexans, yang biasanya hanya dapat dikendalikan dengan penyerbukan atau embusan sebanyak 1-1,5 kg tembaga yang dicampur dengan 10-15 kg talk per hektarnya, dan harus dilakukan beberapa kali dalam musim penghujan. Begitu pula penyakit RBL pada cengkeh, berhasil baik dikendalikan dengan system infuse memakai “tetracycline tree injection” yang harus diimpor dan terbatas penyebarannya, serta harganya mahal. Hal ini tak terjangkau oleh petani yang serba terbatas keadaaanya. Pemakaian terusi (sulfat tembaga) untuk fungisida di Amerika Serikat tiap tahunnya rata-rata 72,5 ribu ton . untuk mengendalikan penyakit sigatoka pada piang di Amerika Tengah, yang disebabkan oleh  Cercospora musae/ Mycosphaerella musicola, diperlukan sebanyak 22,5 ribu ton tiap tahunnya.
Tidak boleh pula melupakan bahwa fungisida dapat membahayakan kesehatan. Memang pada umumnya fungisida agak kurang berbahay dibandingkan dengan insektisida, nematisida, atau pestisida lainnya, tetapi dengan bertambahnya pemakaian fungisida yang banyak mengandung air raksa (Hg), seperti Tillex, maka perlu perhatian yang serius.
Usaha-usaha pengendalian yang lain pun memerlukan biaya pula. Misalnya pada pengendalian cendawan akar putih (Fomes lignosus = Leptoporus lignosus= Rigidoporus lignosus)  pada karet dan tanaman keras lainnya, diperlukan pembongkaran tunggul-tunggul, penggalian selokan isolasi serta pembukaan atau penelanjaran leher akar, yang semuannya ini memrlukan biaya yang banyak.
Sehubungan dengan biaya yang cukup banyak, maka untuk mengendalikan suatu penyakit tertentu, kita perlu dan terpaksa memilih dan menanam varietas atau mengalihkan tanaman yang tahan atau kuarang dirusak oleh suatu penyakit, meskipun kuantitas dan kualitas hasilnya agak rendah. Misalnya kita terpaksa menanam kopi robutsa karena adanya serangan penyakit karat daun kopi Hemileia vastatrix, dimana kopi robutsa ini kualitasnya lebih rendah dari kopi arabica. Begitu pula terpaksa mengganti kopi dengan teh atau kina karena kopi Arabica habis diserang penyakit karat ini, terutama di Ceylon.
4.            Menyebabkan Kerusakan Hasil Panen Selam Pengangkutan dan Penyimpanan
Penyakit tertentu pada buah, biji, atau pada hasil sayur-sayuran dapat mulai timbul semenjak dilapangan , kalau tidak dikendalikan sejak dini, penyebab penyakit (patogen) dapat meneruskan perkembangan serta seranganya selama dalam pengangkutan dan setelah penyimpanan hasil panen tersebut. ada diantara penyakit ini yang timbul setelah tanaman dipanen. Buah jeruk yang disimpan sering diserang oleh cendawan Glocosporium musarium. Buah cabai atau Lombok (Capsicum annuum) sering diserang oleh cendawan Colletotrichum piperatum. Buncis dalam penyimpanan menjadi busuk berlendir serta berbau tidak enak karena diserang oleh Erwinia caratovora.
Tidak hanya buah-buahan segar yang dapat diserang atau dirusak dalam penyimpanan, hasil-hasil pertanian dalam bentuk yang kering pun, dalam udara biasa bisa terserang oleh cendawan dan bakteri. Apalagi sayur-sayuran yang berbentuk daun, umbi, dan buah seperti kubis, bayam, tomat, kangkung, kentang, dan sebagainya, sering membusuk oleh saprofit dan parasit, sehingga dalam ilmu penyakit tanaman kita kenal dengan penyakit gudang/bahan simpan (Storage diseases), dan penyebabnya disebut pathogen penyimpanan (Storage pathogens).
5.            Menimbulkan Gangguan Pada Manusia dan Hewan yang Memakannya
Kerugian yang disebabkan oleh gangguan pada manusia dan hewan yang memakainya ini tidak banyak diberitakan. Pada prinsipnya penyakit tanaman dapat menimbulkan gangguan pada manusia dan hewan yang memakannya. Contohnya Claviceps purpurea dapat membentuk racun yang berbahaya dalam trigu rogge yang diserangnya dan menyebabkan penyakit “Ergotisme”. Penyakit etogisme ini menyebabkan jari tangan, kaki dan bahkan hidung serta telinga penderita bengkak-bengkak dan dapat menyebabkan putusnya bagian-bagian tersebut, hingga akhirnya penderita mati.
Karena penyakit tanaman dapat menimbulkan kerugian melalui berbagai cara dan peristiwa maka menentukan besarnya kerugian karena suatu penyakit bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang mudah. Kerugian akibat penyakit tanaman yang sering diperhatikan adalah berkurangnya kuantitas hasil. Namun, kerugian semacam ini pun tidak disebutkan dengan teliti, karena belum adanya cara-cara tertentu yang dapat dipakai untuk memperhitungkan besarnya kerugian itu, apalagi kerugian secara tak langsung serta kualitasnya.
B. LANGKAH-LANGKAH PENGENDALIAN/PENGELOLAAN PENYAKIT TANAMAN
            Agar penyakit-penyakit tanaman tertentu dapat dikelola, biologi penyakit tersebut harus diketahui, penyebabnya   Agar penyakit-penyakit tanaman tertentu dapat dikelola, biologi penyakit tersebut harus diketahui. Penyebabnya perlu dikenal, dimana penyebab penyakit bertahan, bagaimana cara menularnya, bagaimana dipercarkannya (dispersal), dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit. Dalam pelaksanaan pengelolaan penyakit tumbuhan beberapa langkah berikut ini perlu mendapat perhatian.
FAO pada tahun 1977 mengemukakan urutan langkah yang sebaiknya ditempuh dalam mengaplikasikan pengendalian penyakit tanaman, yaitu:
1.         Identifikasi Penyakit
Suatu tanaman pertanian dapat terserang oleh banyak pathogen. Patogen-patogen ini perlu diketahui, sekurang-kurangnya patogen yang penting. Patogen-patogen sering mengadakan interaksi, dan juga mengadakan interaksi dengan tumbuhan inang, dibawah pengaruh berbagai faktor lingkungan.
Identifikasi penyakit yang akan dikelola, adalah mutlak penting, sebab kalau keliru, semua tindakan berikutnya akan salh juga. Termasuk didalamnya keterangan yang terperinci tentang bioteknologi dari penyakit tersebut.
2.         Batasan Tentang Unit Agroekosistem Yang Dikelola Penyakitnya
Pengganggu tanaman tidak mengenal batas-batas pemilikan atau batas-batas administrative. Oleh karena itu, pada umumnya orang tidak dapat membatasi diri pada arealnya sendiri saja. Misalnya pada pengelolaan penyakit tembakau harus diingat bahwa fektor virus kerupuk dan pseudomosaik (Bemisia gossypiperda) berasl dari gulma-gulma yang terdapat di tepi jalan, dan lahan-lahan kosong.
Jenis agroekosistem, dimana akan diterapkan konsep tersebut harus dipertimbangkan. Misalnya padi, cengkeh, campuran kopi dengan coklat, tanaman tumpang sari, multiple cropping, dan lain sebagainya. Semuanya ini dilengkapi tentang keterangan kuantitatif berkaitan dengan iklim, tanaman utama, tanaman sekunder, keadaan sosial ekonomi petani, pengairan, keadaan adat istiadat, dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap penyakit tersebut. dan jangan lupa pula komponen biologi lainnya seperti gulma, hama vertebrata, dan lain sebagainya.
3.         Strategi Pengelolaan
Pada umumnya penyakit-penyakit dikelola dengan menghilangkan atau mengurangi sumber infeksi, pengurangi kecepatan pengurangannya, dan mengurangi lamanya penyakit berkembang. Secara epidemiologi diusahakan agar xo(populasi patogen pada permulaan), r (laju infeksi) dan t (masa berkembangnya penyakit) dalam rumus epidemiologi van der Plank.
xt = xo . ert
Ditekan sekecil-kecilnya. Dengan sendirinya harus dipilih langkah-langkah yang sesuai bagi penyakit-penyakit yang bersangkutan. Langkah-langkah untuk menekan xo antara lain rotasi, pemilihan saat panen, sanitasi, pemangkasan, pembedahan, perawatan benih, ketahanan vertical, proteksi silang, dan karantina. Sedangakan r misalnya dapat ditekan dengan merubah cara tanam, merubah lingkungan, pemakaian fungisida, memberantas vector serangga, pemupukan yang tepat, pengendalian biologi, dan dengan ketahanan horizontal. Pada batas-batas tertentu t ditekan dengan menanam jenis yang masak awal dan memajukan saat penanaman. Dengan sendirinya pada tanaman keras tidak dapat diperkecil.
            Berdasarkan keterangan dan pengetahuan yang ada, dicoba menyusun strategi pengelolaan dengan memilih komponen-komponen pengelolaan yang kompatibel atau cocok satu sama lainnya, dengan teknik budidaya atau cara berproduksi bagi tanaman yang diusahakan, komponen-komponen pengelolaan itu adalah:
Ø  Varietas tahan
Ø  Teknik budidaya
Ø  Pestisida
Ø  Pengendalian biologi/hayati
Ø  Peraturan-peraturan dan karantina
4.         Penentuan Ambang Ekonomi
Pada saat akan melakukan pengendalian/pengelolaan penyakit sebaiknya kita mengetahui ambang ekonomi dari penyakit yang dikelola. Ambang ekonomi adalah tingkat intensitas penyakit yang menyebabkan pengurangan nilai produksi yang sama dengan biaya pelaksanaan pengelolaan penyakit.
Ambang ekonomi pada penyakit tanaman sukar ditentukan. Orang harus menghubungkan hasil pengamatan intensitas gejala penyakit pada pertengahan musim tanam dengan hasil tanaman yang sehat dan yang sakit, dan seterusnya menjabarkannya dalam bentuk uang. Besarnya kerugian yang terjadi pada umumnya tidak sebanding dengan kerusakan yang tampak. Ambang ekonomi sangaat dipengaruhi oleh jenis tanaman dan limgkungan, antara lain cuaca. Selain itu juga dipengaruhi oleh harga yang selalu bergoyang, seperti harga pestisida, upah karyawan, dan harga produk pertanian. Oleh karena itu sampai sekarang belum ada penyakit tanaman yang dapat ditentukan ambang ekonominya secara tepat, sedangkan ambang ekonomi merupakan salah satu prasyarat untuk dilaksanakannya pengelolaan penyakit. Meskipun demikian, kalau ambang yang ditentukan dengan penelitian belum tersedia, untuk sekedar pegangan dapat dipakai ambang ekonomi yang ditentuka secara empiris, berdasarkan pengalaman diwaktu yang lalu.
5.         Monitoring dan Peramalan Penyakit
Untuk melaksanakan pengendalian/pengelolaan penyakit diperlukan banyak pengamatan dan pemantauan. Agak berbeda dengan pelaksanaan pengelolaan hama (serangga), pada pengelolaan penyakit selain memperhatikan keadaan yang actual, orang harus memikirkan keadaan cuaca yang diperkirakan akan terjadi. Jika cuaca menguntungkan orang harus menyemprot tanamannya meskipun patogen ataupun bercak-bercak yang disebabkannya belum terlihat.
Intensitas gejala dipertanaman harus selalu diamati. Keadaan lingkungan, antara lain cuaca, harus selalu dipantau, khususnya kalau inokulum patogen diperkirakan selalu ada. Teknik monitor penyakit tersebut adalah mutlak perlu. Tujuannya dalah untuk mengetahui perkembangannya, baik kuantitatif, maupun kualitatif dalam saat-saat tertentu, dihubungkan dengan iklim seperti suhu, kelembaban udara, cahaya matahari, curah hujan, angin, dan lain sebagainya. Hasil monitor ini akan memberikan pedoman bagi langkah yang perlu diambil.





BAB II MATERI PEMBAHASAN
TEKNIK/CARA PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN
A.                Pengendalian Penyakit Secara BIologis
            Dewasa ini terdapat cukup banyak penelitian di luar indonesia mengenai pengendalian biologis, bahkan ada yang hasilnya sudah diaplikasikan dalam sekala besar. Pada banyak contoh mekanisme pengendalian ini belum diketahui dengan pasti, bahkan mungkin suatu usaha pengendalian biologis dapat bermanfaat melalui beberapa mekanisme.
1.      Antagonisme
Asaz pengendalian biologis sudah dipakai sejak tahun 1970-an terhadap jamur akar putih (R> microporus) pada karet. Jamur-jamur sporofit diberi lingkungan yang baik untuk berkembang agar melapukkan sisa-sisa akar yang menjadi tempat bertahannya jamur akar putih. Ini dilakukan dengan peracunan tunggal atau peracunan pohon dan dengan penanaman penutup tanah kacangan. Usaha ini ditinggalkan lagi pada tahun 1980-an dengan pemberian belerang untuk membantu berkembangnya Trichoderma spp. Dalam tanah yang mempunyai daya antagonistic terhadap jamur akar putih (Basuki, 1986). Seterusnya untuk menjadi adanya antagonis yang efektif dalam tanah, sejak beberapa tahun yang lalu tersedia campuran ‘triko’ yang mengandung T. koningii untuk mrnginokulasi tanah. Dewasa ini dibanyak Negara diketahui bahwa Trichoderma spp dan Gliocladium spp dapat dipakai untuk mengendalikan macam-macam penyakit jamur lewat tanah.
Pengendalian biologis juga dapat dilakukan dengan pathogen yang tidak virulen dari jenis yang sama sebagai pesaing (kompetitor). Dijepang penyakit layu fusarium pada ubi jalar dan pada strowbery (Fusarium oxysporum) dikendalikan dengan jamur F. oxysporum nonpatogenik. Busuk akar pada gula bit karena R. solani dikendalikan dengan jamur R. solani nonpatogenik dan yang berinti dua (binucleate).
2.      Plant Growt-Promoting Rhizobacteria
Telah dikenal pula adanya jasad renik dalam rizosfer yang dapat digunakan untuk pengendalian biologis, meskipun jasad ini tidak  berpengaruh langsung pada pathogen lewat tanah. Di Amerika Serikat jasad ini disebut sebagai Plant growt-promoting rhizobacteria (PGPR) yang mempunyai aktivitas pengendalian biologis terhadap Phythium, meskipun in vitro jasad tidak mempunyai daya antibiosis terhadap Phythium (Kloepper. 1990).

3.      Pengimbasan ketahanan
Tanaman tembakau yang terinfeksi blue mold (Peronospora tabacina) pada waktu masih kecil (yang dapat berkembang terus melewati penyakit ini) ternyata menjadi tahan terhadap penyakit tersebut (Tuzun dan Kuc, 1990). Bahkan sekarang sudah diketahui bahwa banyak organisme-filoplan yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap satu atau beberapa penyakit tertentu, tidak melalui proses antagonism (kompetisi, predasi, dan pembentukan antibiotika). Tanaman kopi arabika yang disemprot dengan suspensi bakteri (Bacillus thuringiensis, Xanthomonas campestris pv. manihotis) menjadi tahan terhadap penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) secara sistemik selama 5 minggu, sedang disemprot dengan khamir (Saccharomyces cerevisiae) ketahanannya tidak sistemik berlangsung secara 4 minggu. Tanaman yang menjadi tahan secara sistemik jika disemprot dengan uredospora H. vastatrix yang sudah di autoklaf, atau dengan makromolekul yang melalui filter dari air cucian uredospora.
Dewasa ini masalah pengimbasan ketahanan, yang sering juga disebut sebagai . immunitas merupakan bidang penelitian yang terbuka lebar. Menurut Tuzun dan Kuc (1990), ketahanan dapat terjadi karena inokulasi dengan pathogen, bukan pathogen, metabolit mikroba, dan sisa-sisa tumbuhan, termasuk ekstrak pupuk kandang. Satu pengimbas dapat membuat tanaman menjadi tahan terhadap macam-macam pathogen. Pada ketimun, inokulasi daun pertama dengan organisme pembuat nekrosis dapat melindungi tanaman terhadap 13 patogen, yang meliputi jamur, bakteri, dan virus, bahkan serangga. Pada umumnya proteksi bertahan selama 4-6 minggu. Ketahanan dapat diperoleh dengan perawatan dengan oksalat-oksalat, dikalium/ natrium fosfat, dan trikalium/natrium fosfat.
Memang, untuk filoplan diharapkan bahwa mikrobia yang dapat mengimbas ketahanan akan mempunyai arti yang lebih penting daripada yang bersifat antagonistic terhadap pathogen melalui amtibiosis atau persaingan nutrient. Sehubungan dengan hal itu pemakaian fungisida yang berspektrum luas harus dihadapi.

4.      Proteksi Silang
Pada penyakit virus pengendalian biologis dilakukan dengan proteksi silang (cross-protection) atau premunisasi. Tanaman yang diinokulasi dengan strain virus yang lemah hanya sedikit menderita kerusakan, tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain yang dilemahkan (attenuated) dapat dibuat dengan pemanasan in vitro (misalnya pada Virus Mosaik Tembakau, virus mosaik ketimun, dan virus mosaik semangka), pendinginan in vivo (Virus Mosaik Kedelai), dan dengan asam nitrit (Virus bercak-cincin papaya). Proteksi silang ini sudah banyak dilakukan dibanyak Negara, antara lain di Taiwan dan Jepang.

5.      Tanaman Campuran
Dijepang diketahui bahwa labu air ( Lagenaria siceraria) yang ditanam bersama-sama dengan bawang daun ( perai, Allium fistulosum) kurang mendapat gangguan penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporum f.sp. lagenaria). Diduga disebabkan oleh berkembangnya bakteri Pseudomonas gladioli pada akar bawang daun. Bawang daun juga telah dicoba untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada tomat dan strowbery.
6.      Pengendalian Penyakit Pasca Panen
Perawatan buah dengan organisme tertentu terbukti dapat mengurangi penyakit simpanan pada buah. Isolate tertentu Pseudomonas syringae pv. Lachrymans dapat mengendalikan Penicillium expansum, Acremonium breve dapat mengendalikan Botrytis cinerea, dan Bacillius subtilis mengandung Monilia fructigena. Untuk perawatan bakteri ini dapat dibantu dengan fungisida tertentu, misalnya B. subtilis dicampur dengan dicloran untuk mengendalikan busuk rhizopus.
B.                 Pengendalian Penyakit Tanaman Secara Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan pengendalian dengan menggunakan zat kimia. Pengendalian ini biasa dilakukan dengan penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Pengendalian ini sering dilakukan oleh petani. Oleh karena itu pengendalaian secara kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah pemerantasan penyakit.  
            Penggunaan pestisida kimia untuk pengendalian penyakit sangat jelas tingkat keberhasilannya. Penggunaan pestisida kimia merupakan usaha pengendalian yang kurang bijaksana, jika tidak dikuti dengan tepat penggunaan, tepat dosis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat jenis dan tepat konsentrasi. Keadaan ini yang sering dinyatakan sebagai penyebabkan peledakan populasi suatu hama . Karena itu penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian penyakit perlu dipertimbangkan, dengan memperhatikan tingkat serangan, ambang ekonomi, pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia dan hewan.
Penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian penyakit tanaman saat ini banyak menimbulkan dampak negatif. Masalah pencemaran lingkungan merupakan akibat yang jelas terlihat, selain itu penggunaan pestisida secara terus menerus juga dapat menyebabkan resistensi dan bahkan meninggalkan residu pestisida pada produk hasil pertanian yang bisa berbahaya apabila dikonsumsi manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian penyakit secara ramah lingkungan, seperti penggunan pestisida nabati atau biopestisida.
Diantara pestisida, diindonesia fungisida paling sedikit dipakai. Dewasa ini dikenal dengan fungisida protektan dan fungisida sistemik. Fungisida protektan mencegah terjadinya infeksi, dan mode of action-nya terjadi diluar badan tanaman. Fungisida sistemik terserap masuk kebadan tanaman, dapat terangkut merata, dan membunuh patogen yang sudah masuk ke dalam badan tanaman.
Karena jamur merupakan patogen yang paling penting, pestisida yang paling banyak dipakai dalam pengendalian penyakit tumbuhan adalah fungisida atau “racun jamur” untuk mengendalikan bakteri dipakai bakterisida, dan untuk nematode dipakai nematisida.
Fungisida berasal dari kata fungus = jamur, dan caedo = membunuh. Kebanyakan fungisida yang dipakai dewasa ini bersifat sebagai protektan, yaitu untuk melindungi tumbuhan agar patogen mati sebelum mengadakan infeksi. Fungisida dapat bersifat fungisidal, fungistatik, atau genestatik. Fungisidal berarti bahwa fungisida dapat membunuh jamur. Fungisida yang bersifat fungistatik tidak membunuh jamur, tetapi menghambat pertumbuhannya. Sedangkan genestatik berarti mencegah sporulasi. Fungisida yang bersifat genestatik disebut juga eradikan.
Fungisida yang baik mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1.      Meracun patogen sasaran
2.      Tidak meracuni tumbuhan
3.      Tidak meracuni manusia, ternak, ikan, dan sebangsanya
4.      Tidak meracuni tanah dan lingkungan, termasuk jasad renik
5.      Murah dan mudah didapat
6.      Tidak mudah terbakar
7.      Dapat disimpan lama tanpa menurun mutunya
8.      Tidak merusak alat-alat
9.      Mudah disiapkan dan dipakai
10.  Dapat merata dan melekat kuat pada permukaan badan tanaman
11.  Aktif dalam waktu yang tidak terlalu lama, agar tidak banyak meninggalkan residu pada hasil pertanian dan kurang mencemari lingkungan
12.  Kalau dapat, selain membunuh jamur juga dapat membunuh serangga, tungau dan sebangsanya yang merugikan
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam, khususnya kekayaan alam hayati, dan agar pestisida (termasuk fungisida) dapat digunakan secara efektif, peredaran, penyimpanan, dan penyimpanan pestisida diwilayah indonesia diatur dengan peraturan pemerintah No. 7 tahun 1973. Pelaksanaan peraturan tersebut ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan mentri pertanian No. 280/1973 dan No. 994/1984 tentang prosedur pendaftaran dan izin pestisida, dan No. 429/1973 tentang syarat-syarat pembungkusan dan pemberian label pestisida.
            Dibandingkan dengan insektisida dan herbisida, pada umumnya fungisida mempunyai daya meracun yang rendah terhadap mamalia (termasuk manusia). Untuk menilai daya meracun ini lazimnya dipakai LD50 atau lethal 50% yaitu dosis yang menyebabkan matinya 50% dari hewan percobaan. Makin rendah nilai LD50nya, makin tinggi daya meracun suatu pestisida terhadap mamalia.
            Formulasi adalah proses pembuatan fungisida dari bahan aktif tetap stabil dan tahan disimpan, diangkut, dan dapat dijual dengan harga murah sehingga dapat dipakai untuk tanaman secara ekonomis. Fungisida yang tersedia didalam perdagangan terdiri atas bahan atau ramuan aktif dan bahan lain sebagai campuran. Kandungan bahan aktif biasanya dinyatakan dengan angka dibelakang nama dagang yaitu nama fungisida yang didaftarkan oleh pemegang izin. Nama bahan aktif dinyatakan sebagai nama umum yang ditulis dengan singkatan. Fungisida yang dijual sebagai tepung tetapi disediakan untuk penyemprotan dijual dengan kode WP = Wettable powder. Fungisida yang dijual sebagai emulsi dan disediakan untuk penyemprotan dijual dengan kode EC = emulsifiable concentrate. Sedang yang sebagai tepung dan disediakan untuk penyerbukan dijual dengan kode D = Dust atau DC= dust concentrate. Fungisida yang dijual dalam bentuk butiran untuk ditaburkan diberi kode F= flowable bila terdiri atas wettable powder yang butir-butiranya lebih halus yang dijual sebagai suspense kental dalam suatu cairan. Sedangkan SP = soluble powder adalah bahan berbentuk tepung yang dapat larut didalam air.
            Kebanyakan bahan kimia yang dipakai dalam pengendalian penyakit tumbuhan belum diketahui dengan pasti bagaimana mekanisme kerjanya. Pada umumnya bahan kimia dipakai karena toksisitasnya yang langsung terhadap patogen dan hanya efektif sebagai protektan pada titik masuknya patogen. Bahan kimia seperti ini menghambat kemampuan patogen untuk mensintesis substansi tertentu untuk dinding selnya, dengan bertindak sebagai pelarut membrane sel patogen, dengan membentuk kompleks-kompleks dengan koenzim patogen dan membuatnya menjadi tidak aktif, atau dengan mengaktifkan enzim yang menyebabkan presipitasi protein patogen. Fungisida sistemik dan antibiotika diserap oleh inang, ditranslokasikan di dalam badan tumbuhan, dan efektif terhadap patogen pada tempat infeksi, sebelum atau setelah terjadinya infeksi.



C.                Pengendalian Penyakit Tanaman Dengan Peraturan

1.         Karantina Tumbuhan
Tujuan karantina tumbuhan adalah mencegah pemasukan dan penyebaran Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) ke suatu negara atau daerah yang masih bebas dari OPT tersebut. Berbagai usaha dilakukan melalui peraturan-peraturan karantina baik secara nasional maupun internasional. Berbagai perjanjian bilateral, multilteral, konvensi dan kerjasama regional dilakukan guna mencegah penyebaran jenis OPT yang selama ini dianggap potensial merugikan tanaman pertanian atau tanaman lainnya.
Dalam kerangka Perjanjian SPS untuk melindungi kehidupan tumbuhan di suatu negara dari risiko masuknya hama dan penyakit yang berpotensi menetap atau menyebar secara cepat. Karantina merupakan bagian integral program ketahanan pangan dari aspek perlindungan keamanan pangan dari cemaran biologis berupa organisme pengganggu (Hamzah, 2002). Karantina mencegah pada lini pertama (first line of defense) dari ancaman masuknya OPT asing yang dapat terbawa pada komoditas pertanian, orang, dan barang.
Pada kenyataannya masih terdapat jenis-jenis OPT berbahaya tertentu yang belum terdapat di wilayah Indonesia atau kalau sudah ada penyebarannya terbatas pada era tertentu. Banyak pengalaman kita beberapa kali “kebobolan� kemasukan jenis-jenis hama penyakit baru yang sangat merugikan ekonomi petani dan negara karena peraturan perkarantinaan tidak diikuti dan diterapkan secara konsekuen. Peranan karantina kecuali melindungi tumbuhan dan hewan juga berusaha untuk menjaga mutu melalui sertifikasi karantina.
Setiap tumbuhan dan bagian-bagiannya yang dilalu-lintaskan antar negara selalu mempunyai risiko sebagai pembawa OPTK yang dapat mengancam produksi pertanian. Oleh karena itu, setiap media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah RI atau yang dilalulintaskan antar area di dalam wilayah RI dikenakan tindakan karantina. Tindakan karantina meliputi; pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan.
Pelaksaaan karantina tumbuhan di Indonesia telah didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai yaitu UURI Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan PP Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Isi peraturan perundang-undangan tentang karantina sudah diharmonisasikan dengan ketentuan dan persetujuan internasional yang ditetapkan melalui persidangan Konvensi Internasional Perlindungan Tumbuhan atau IPPC. Dalam ketentuan UU No. 16/1992 diatur persyaratan pemasukan (impor) dan pengeluaran (ekspor) yang cukup ketat yaitu keharusan adanya Surat Kesehatan Tanaman (Phytosanitary Certificate) dan Surat Kesehatan Hewan (Animal Health Certificate) dari negara asal/tujuan menyertai komoditas yang dilalulintaskan. Importir atau eksportir berkewajiban melaporkan tentang tibanya suatu komoditas untuk kemudian dilakukan pemeriksaan oleh petugas karantina sebelum dikeluarkan dari daerah pabean.
2.      Eradikasi (Pembersihan)
            Dalam undang-undang nomor 12 pasal 21 tertulis bahwa PHT meliputi tindakan eradikasi. Pemerintah dapat memerintahkan atu melakukan eradikasi jika terdapat pertanaman dengan OPT yang berbahaya dan mengancam keselamatan tanaman secara luas. Seterusnya hal ini diatur dalam pasal 25, 26, dan 17. Kepada pemilik tanaman dapat diberi ganti rugi yang menyangkut tanamannya yang tidak sakit yang terpaksa harus dibongkar.
            Penyakit-penyakit yang baru saja masuk ke suatu daerah sedapat mungkin dihilangkan sebelum meluas. Usaha pembersihan (Eradikasi) ini perlu dilakukan oleh semua penananam, sebab kalu tidak dilakukan eradikasi usaha akan sia-sia. Oleh Karena itu tindakan harus didasarkan atas peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Tanpa peraturan yang tegas, para penanam yang tanamannya belum menunjukkan gejala, meskipun kemungkinan besar telah terjangkit, akan segera membongkar tanamannya.
            Contoh eradikasi yang berhasil dilakukan yaitu pada penyakit kanker jeruk (Xanthomonas campestris pv. citri) di Florida, Amerika Serikat. Sedangkan contoh eradikasi yang tidak berhasil yaitu pada penyakit hawar kastanye (Endothia parasitica) di Amerika Serikat.
            Eradikasi hanya akan berhasil bila dilakukan terhadap penyakit yang meluas dengan lambat. Usaha ini tidak dapat diharapkan hasilnya bila diterapkan untuk penyakit yang menyebar lewat udara dengan cepat.
            Dalam undang-undang nomor 12 tahun 1992 tentang System Budidaya Tanaman ditegaskan bahwa pemerintah dapat melakukan atau memerintahkan dilakukannya eradikais apabila terdapat organisme pengganggu tumbuhan yang dianggap sangat berbahaya dan mengancam keselamatan tanaman secara luas. Kepada pemilik tanaman yang tidak terser ang, tetapi harus dimusnahkan dalam rangka eradikasi, dapat diberikan ganti rugi.



BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
Maksud dari pengendalian penyakit tanaman adalah untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas hasil produksi tanaman yang kita usahakan; dengan arti yang lebih luas lagi, adalah untuk memaksimalkan penggunaan lahan pertanian secara efisien dan efektif, atau juga mengoptimasikan produktifitas lahan pertanian tersebut, guna mendapatkan hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, sandang, serta kebutuhan lain yang memintanya terus semakin meningkat diseluruh dunia.
Tujuan dari pengendalian penyakit tanaman tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kerugian ekonomis serta menaikkan nilai hasil produksi dari tanaman yang kita usahakan. Biasanya usaha pengendalian itu hanya perlu dilaksanakan apabila biaya yang dikeluarkan (diperlukan) untuk pengendalian lebih kecil dari pada kerugian yang terjadi sebagai akibat dari penyakit kalau tidak dilakukan pengendalian.
Penyakit tanaman dapat menyebabkan kerugian yaitu, mengurangi kuantitas hasil, menurunkan kualitas hasil, pengendalian penyakit membutuhkan biaya yang besar, menimbulkan kerusakan hasil panen selama pengangkutan dan penyimpanan, dan terganggunya manusia dan hewan yang memakan hasil pertanian. Sedangkan langkah-langkah dalam pengendaliannya yaitu, mengidentifikasi penyakitnya, batasan tentang unit agroekosistem yang dikelola penyakitnya, strategi pengelolaan, penentuan ambang ekonomi, dan monitoring dan peramalan penyakit.
Pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan dengan beberapa teknik/cara, diantaranya yaitu secara biologi, kimiawi, dan dengan pertauran. Dari ketiga teknik tersebut, masing-masing memiliki kelebihan-kelebihan tersendiri dalam mengendalikan patogen.

B.     Saran
Perlu adanya pengenalan oleh penyuluh pertanian kepada petani mengenai Pengendalian teknik/cara pengendalian penyakit tanaman  ini, supaya tujuan sukses pertanian dapat terwujud yaitu berupa peningkatan hasil dan kesejahteraan petani.




DAFTAR PUSTAKA
Elfina yetti dan Puspita fifi. 2004. Buku Ajar Pengendalian Hama Terpadu. Faperika Press Universitas Riau. Pekanbaru RIAU
[Anonim]. 2008.  http://kuniaorganic.blogspot.com/2008/11/hama-dan-insektisida-mikroba.html Diakses pada tanggal 21-02-2011.
[Anonim] http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=4235 Diakses pada tanggal 21-02-2011.
[Anonim] http://htysite.co.tv/pht.htm. Diakses pada Tanggal 25-02-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar